Rabu, 02 Mei 2012

Bahasamu Memalukanku

Anak pertama dari keluarga yang sederhana, itulah aku, Verry yulianto yang juga biasa dipanggil Verry. Terlahir dari keluarga yang membingungkan karena aku terlahir di pulau jawa tepatnya kabupaten bondowoso yang mayoritas penduduknya menggunakan bahasa madura, begitu juga dengan aku, sehari-hari menggunakan bahasa madura. Pernah suatu hari aku bertanya pada Bapak untuk sekedar mengetahui silsilah keluargaku yang berbahasa madura, ternyata jawaban yang aku dapat malah menembah pertanyaan karena kata Bapak tidak ada keluarga aku yang berasal dari pulau madura asli, pertanyaan demi pertanyaan muncul tambah banyak, salah satunya “mungkin keluarga aku suku jawa asli?” jawabannya pun tidak karena dari buyut juga bahasa yang digunakan sudah madura dan memang tidak memungkinkan keluargaku berbahasa madura karena aku tidak paham sama sekali tentang bahasa jawa, apalagi menggunakannya.

 Pernah ketika aku berangkat sekolah yang jaraknya cukup jauh sehingga harus naik angkot, didalam angkot itu sudah ada dua pemuda yang umurnya kira-kira 27 tahun berbicara yang maknanya tidak aku mengerti tapi aku tahu jika dua pemuda itu menggunakan bahasa jawa. Pemuda itu melihat aku yang duduk disebelahnya dan juga melihat bet lokasi sekolahku dan kemudian bertanya “adik sekolah nang SMA telu yo?” tanya salah satu pemuda itu. Aku langsung mencerna maksud pertanyaan itu karena lumayan gampang dimengerti, langsung aku jawab “iya mas” jawabku dengan agak tidak percaya diri. Kemudian pemuda itu melanjutkan ngobrol dengan temannya dengan menggunakan bahasa jawa yang sulit aku cerna. Tiba-tiba angkot yang aku naiki berhenti karena juga ada penumpang yang mau naik, ternyata penumpang itu adalah Sandra, teman sekelasku. Kemudian aku ngobrol dengan sandra menggunakan bahasa indonesia karena Sandra adalah keturunan suku jawa jadi dia tidak mengerti bahasa madura. Kemudian angkot melaju dengan perlahan karena kuota penumpangnya masih sedikit dan masih kurang dari cukup jadi sopir angkot tidak mau melewatkan kesempatan jika ada penumpang yang memberhentikan angkotnya tapi dia tidak bisa berhenti karena ngebut. Dalam keadaan angkot yang pelan serta ditemani belaian angin yang menyejukkan pikiran, dua pemuda tadi bertanya “adik iki mudon nang endi?” pertanyaan itu ternyata terarah padaku, pikiranku tidak bisa mencerna kalimat itu sehingga aku garuk-garuk kepala. Pikiranku terus berputar tapi aku harus menjawab, kemudian dengan tenangnya aku menjawab seperti yang pertama tadi “iya mas”. Ekspresi dua pemuda itu langsung seperti bingung sehingga membuat aku merasa tertimpa beton, ditambah Sandra yang tertawa lumayan keras membuat wajahku disiram air panas. Kemudian Sandra menjelaskan pertannyaan itu “kata mas ini, kamu mau turun dimana Ver? Itu maksudnya, eh malah kamu jawab iya” mendengar penjelasan sandra rasanya aku ingin terjun bebas dari angkot itu bersama rasa maluku. Sandra kemudian ngobrol dengan pemuda itu menggunakn bahasa jawa yang menurutku seperti bahasa dari planet lain. Sejak kejadian itu aku takut bertemu dengan orang yang menggunakan bahasa jawa, tapi nasib berkata lain, setelah aku lulus SMA kulanjutkan kuliah di Jember yang mayoritas mahasiswanya menggunakan bahasa jawa. Seperti neraka rasanya, kemana-mana bahasa yang digunakan adalah bahasa jawa. Tapi selamanya aku tidak akan terisolasi dengan rasa takutku. Setiap hari aku berusaha menghafal maksud demi maksud dan kata demi kata yang diucapkan oleh teman-teman kuliah ataupun penjual nasi. Tidak terlalu lama aku belajar bahasa jawa dan kini aku bisa. Ternyata aku baru sadar orang madura lebih cepat belajar bahasa jawa, daripada orang jawa belajar bahasa madura.

Sorry yo ojo tersinggung rek sing jawi, wkwkwk....